kata orang yang bisa bahasa arab : "belajar agama islam kok dari terjemahan."
sementara kata orang yang sangat lihai bahasa arab : "baca kitab turats kok tahkikan."
dan kataku : TAEK kabeh...!
Wednesday
Grafiti 1
Labels: cat Tembok
Friday
Kau di Air Subuh
Ketika embun mulai bercengkrama tentang wajahmu
yang gemercik di air subuh, udara menguning dan
membuat semua aliran tubuhku ranum. Subuh ini,
datang dengan hatihati memasuki kota baru setelah
kemarin debu dan pasir ditarikan angin dingin
Jari emas pohon kurma melambai rona wajahmu,
mereguk seluruh nisbi hatiku, menyelam dalam
ke aura langitmu. Debu-debu yang menari selama
dua hari seakan menanti tetes air dari dagumu menjelma
malaikat bertopeng kayu, malaikat yang mengiringi
kerlap langit merangkai hujan agar berjuntai
memeluk subuh yang kian rapuh.
Di subuh setelah aliran tubuh meranum. Aku
pergi ke pantai menjaring asinku. Pergi ke ladang
menanam takdirku, ke sungai memancing Tuhanku.
Sampai senja tiba, aku pulang untuk melihat dan
memastikan hatiku masih karam di lautan takdirmu.
14 Desember 2010
Labels: poetry
Sunday
Pada Hati Indah yang Lain
Ku selipkan sobekan hatiku kala rumahmu lagi tak nyaman
Ku bingkis setiap hamparan mimpi denganmu ke halaman rumahnya
Untuk ku pandangi dari kamar yang beraroma parfum lain
Friday
Di Rumah Laba-laba
aku laba-laba yang tersarang di dawai derita
sejak dia hinggap pada celah yang biasa disebut malam oleh orang-orang pagi
aku sendiri lebih suka menyebutnya raga
tempat mentari membuang keluhkesah, bukan keluhkesahku sendiri
sebab sejak dia merasa nyaman disana
aku mulai lupa menyapa pagi dan lebih senang ada dalam duri.
Cairo, Desember 2010
Labels: poetry
Saturday
Mabukku Hanya Bohongan
Tuan, bila mataku merah mungkin telah ku teguk sebotol Topi Miring
dan memaksa langit menjadi permadani pusat jidatku menelikung sorga,
semua kota menyunyi di ketiak bait hampaku yang tak setajam ilalang
dan tak semerdu gesekannya yang runyam.
Aku selipkan sekerat hati pada kail pancing, ku lemparkan persis ditengah
tungkak langit, siapa nyana kelopak mataku telah raib dimamah risau, kini
Tuan, tak mampu ku melihat wajah langitmu dan menertawakan sebiji matamu.
Ah, mungkin dari arah tenggara lukaku akan tiba lantas bertikai melawan gerombolan
maut lalu bara api yang menggoyang panggung pestaku akan musnah, musnah
seperti sejarah yang hanya membekas lemah di genangan darah.
5 november 2010
Labels: poetry
Sunday
Mbalelo dan Dableg 3 [Dewan Pelesir]
Mbalelo : bleg, anggota dewan di akhir tahun gini pada seneng studi banding ya?
Dableg : ya mesti gitu lelo, eman lah! dana sisa kalau tidak di manfaatkan
Mbalelo : tapi kok studi banding ya? Apa mereka tidak melihat keadaan bangsa kita yang masih sengsara bahkan mereka pakek ngeles tidak tahu berapa jumlah dana yang di habiskan ckckc
Dableg : orang studi banding itu kan tanda bahwa mereka kumpulan orang-orang bodoh yang tidak bisa mikir, kalau bisa mikir ngak perlu studi banding karena punya otak sendiri. Ya kalau pas zaman Gusdur mereka lagi Tk sekarang pun masih sama!
Labels: Mbalelo dan Dableg
Mbalelo dan Dableg 2 [Pahlawan Jadi-jadian]
Dableg : lelo, orang-orang pada rame lagi membicarakan gelar pahlawan pak soeharto.
Mbalelo : la terus knapa? Wong pak hartonya nyantai-nyatai aja kok di kuburan, kok malah kamu yang bingung?
Dableg : bukan begitu lelo! Permasalahannya pantas tidak pak harto mendapatkan gelar pahalwan?
Mablelo : ya pantas-pantas saja lah, wong kompeni yang menjajah kita saja di anggap pahlawan ama negaranya sono, Chris Soumokil juga pahlawan bagi pendukung RMS, jadi ya pantas-pantas sajalah kalau pak harto menjadi pahlawan. Mereka kan muridnya!
Labels: Mbalelo dan Dableg
Mbalelo dan Dableg [Di Tinggal Kekasih]
Mbalelo : Bleg, kau sedih di tinggal Ramadhan a?
Dableg : Tidak e, padahal udah aku paksain untuk sedih, setidaknya pura-pura sedih lah, tapi tetep gak bisa.
Mbalelo : ah, ternyata kita sama-sama jauh dari pintu surga bleg, di tinggal kekasih tapi tak merasa sedih!
Dableg : santai aja Leloo, kan nanti masih bisa hubungan jarak jauh pake chating.!
Mbalelo: O, asu kowe!
28 Ramadhan 1431
Labels: Mbalelo dan Dableg
Tuesday
Ayat-ayat II
bila ku lihat-lihat, bila ku dengar-dengar :
ingin ku titipkan ayat-ayat padamu tapi engkau meminta darah
bila ku titipkan pada nafsu, nafsu menjadi serakah
lalu kutitipkan pada akal namun akal melunta minta jatah
ah, mending aku bawa lari saja ke rawa-rawa biar berenang menikmati kabut
bila sudah puas ku bawa saja nanti ke sahara, bepelukan dengan mentari
yang jelas tak akan ku biarkan dia menari bila tanpa honor yang pasti
New Cairo, 12 oktober 2010
Labels: poetry
Ayat-ayat I
aku lihat ayat-ayat menyayat sukma, mengiris debu, tanpa kritis, yang menggebu
aku lihat ayat-ayat mendaki tanpa tahu jejak seribu lagu para petapa nafsu
aku lihat ayat-ayat begitu mudah memlintir leher dan menembak petak-petak kepala
aku dengar ayat-ayat tak lagi kuat bila berburu, kakinya rapuh di mamah debu
aku dengar ayat-ayat menjadi merdu dan berlalu tanpa tahu apa sebenarnya yang di buru
aku dengar ayat-ayat terluka hampir mati karena senjata sendiri
New Cairo 10
Labels: poetry
Thursday
St. Katherine
Kami berjumpa di mula hari yang masih berbentuk onggok kelam
Saat itu aku sedang dalam perjalanan mendaki pucak Tursina dan dia berlari
Meloncat dari ujung gunung ke ujung yang lain. dalam kelam aku hanya melihat
Geraknya yang serupa nyala api di pindah angin, di susur tari Setan
Di lereng, kutemukan jejak kakinya menyisakan batu membara
Bebatuan yang bercengkrama dengan terlapak kaki pendaki
Menceritakan masa lalu yang dilarutkan senyawa gelap yang pengap
Namun, dia terus melompat cepat mengelabui nafasku yang pecah di ujung busur
Di puncak, masjid dan gereja saling merapal sabda Tuhan atau mungkin
Bangunan berhimpit ini terus berdiskusi dan berbagi peran melakonkan para nabi
Persunting kedamaian dalam sepi bintang yang berhambur di langit.
Kami bermula dari jumpa tanpa tatap muka, tanpa bicara perihal lakon
Atau siapa memerankan apa, tapi Masjid dan Gereja dengan satu serambi ini adalah nyata.
Bhumi A. Sing
St. Katherine, 14 juli 2010
Wednesday
Opera Tak Berakhir
Seketika aku terjelma pohon yang tak seorang pun tahu namaku, tersebar
Sepanjang alir air Nil menonton cerita dan dongeng-dongeng pasir, aku hanyut
Mengikuti air melihat lahan-lahan di tumbuhi keringat pertempuran cerita dan
Syair vesus kitab suci yang bersenjatakan tongkat Musa dipunggung kuda Sulaiman.
Duh betapa gagah ia, di balut otot kekar Daud. Namun mereka seperti air terjang daun talas
Tak sanggup melawan cerita dan syair yang selalu sibuk membesarkan birahinya.
Ah, mungkin hanya Yusuf seoranglah yang memilih penjara.
Bhumi A. Sing
New Cairo, september 2010
Labels: poetry
Syair Tiga Rupa
Sebenarnya aku tidak begitu yakin apakah syair ini benar-benar sampai
Kedepan rumahmu mengantarkan setangkai gerimis yang telah lama mendung
Dalam gelap hari di ujung kota kelelakianku.
Syairku ini adalah bisik-bisik yang lepas dari selakangan derita kesedihan
Yang biasa menusuk kelelakian kotaku. Dia adalah makhluk berlumuran racun.
Tidak layaknya Hanoman yang setengah kera separuh manusia, syairku adalah
Manusia dan siluman pada waktu yang sama, siluman manusia.
Kepalanya sangat besar namun kedua matanya berhimpitan, hidung dan mulutnya
Pun hapir menyatu, sungguh sangat sulit merinci setiap bagiannya sebab seakan-akan
Semuanya tidak sebanding dengan mukanya yang lebar.Hanya air deras yang mengalir
Dari dua titik di sekitar matanya lah yang nampak jelas terlihat.
Sebenarnya, bila kau perhatikan lebih seksama, mukanya terdiri dari tiga rupa yang
Di lukis saat gelap mulai terang-terangan meneteskan airmata. Rupa pertama adalah zaitun
Hijau yang masam seperti saat pertama kau mencicipinya empat tahun yang lalu. Kedua
Berupa butir-butir ashfur yang hancur yang di campuri tinta biru dan sedikit darah merah
Lalu ku percikan pada hati-hati kerbau, sebab aku ingin menghidupkan jejak kenangan
Yang pernah kita hapal.
Rupa yang terakhir adalah kertas berlipat pada halaman empatratus limapuluh tujuh
Saat syair ini ada di depan rumahmu mengantarkan setangkai gerimis yang telah lama mendung
Dalam gelap hari di ujung kota hati kelelakianku.
Bhumi A. Sing.
New Cairo, September 2010.
Labels: poetry
Sunday
Mata Syahid
Ngeri diri di basah ari-ari. selaksa janji di ketiak hari menyusui angin-angin yang hijau, yang tumbuh dari dua bilah pasir di tangan kesedihan, di puncak kelaknatan memuja rontang-rontang muram di tengah malam yang pecah di banting keadaan bisu dalam panas memburu segala haru dan sedu.
Di matamu, mata syahidmu. mata yang darinya aku belajar mengikat jejak awan agar tidak lari di terbang angin, di sayat kesedihan. Mata yang darinya aku mencari deru dan haru untuk bangun sebagai dewa, sebagai kuda yang lari membawa hakikat, seperti kuda Sulaiman yang di belai kemenangan.
Di matamu, mata syadidmu. mata yang padanya ku ambil kiblat, menatap Tuhan bersama senja bersujud di kaki langit dengan jernih airmata yang di saring derita.
Labels: poetry
Saturday
Yang Mati Hati dan Kematiannya
hinggap perlahan kupu secara asing pada
kejap yang tertempa keraguan ramai, semua
memecah karena cahaya gelisah taman.
sebingkai ramai yang disimpannya dalam dada
seketika luntur oleh tebar bising penjaga esok;
asal bebintang bergelantung seperti kelelawar
yang takut melihat tubuhnya dengan derita.
kupu yang mati hati dan kematiannya, bukan
cintanya, bukan matanya, bukan hidupnya
setiap malam menimba airmata dari sumur
tangis, ia campurkan kesumba warna merah
penggati darah yang buncah dari hatinya.
Labels: poetry
Diatas Amarah Ada Kehormatan
16:30
ada pisau semburat menahan sakit dari ruang sebelah, tergeletak menatap kulit. di balik aorta sebuah kabut saat senja, senja ini.
pisau yang berharap kehormatan yang terselip di balik batu yang menindih gores luka.
19:19
Telah usai gaduh ruang sebelah, kini pisau telah kembali ke dapur mencumbu bombai dan tomat. Dan luka nganga, meski masih sakit, jelas tak ada batu yang menindihnya.
06-07-10
Labels: poetry
Aku Hanya Berterima Kasih
Subuh memetik gitar, lentingkan nada yang akan
memecah bisu angin rencana lamin yang kau tunggu.
Enamratus limapuluh hari lagi, kirakira kereta akan
berhenti dan kau, kau akan duduk di kursi nomor dua
kelas eksekutif, yang pertama tentu saja lelaki yang kau
janjikan akan dikenalkan padaku.Lalu kau akan memesan
beberapa kursi lagi sesuai harapan kalian, tentu saja tak ada
namaku.
Subuh itu, yang terlentang sendiri diatas lamun dan angan, mengira
bisu adalah kekuatan yang, dulu saat siang duduk dibawah
kemiri, di kubur tanpa peti tepat dibawah jantung hati.
Labels: poetry
Thursday
Sajak Wilis
Pada tiang engkau alunkan huruf-huruf pahala
merah muda, sewajah mudi tersinar tanda kuasa
sajak wilis, bersandar jarak diantara mata
Dara, perkutut dan gereja hinggap diatas
batu yang disusun ratusan tahun lalu
Adakah engkau juga percaya
Tuhan mengundang angin dan
mengulang pagi untuk kita
Kemarin, merah tua musnah melilit tubuhmu
Mengajak burung menari sunyi di jauh
Waktu bersandar begitu cepat
Andai lebih lama
Di bentuk yang sama aku tersadar
Akan ku pinang bintang sekedar mengirim salam untukmu
Warna yang tak pernah aku inginkan
Hari ini
Menghilang begitu ku selesai menulis sajak ini.
Mei 2010
Labels: poetry
Diambang pintu
Buat : Intan
Orang hebat meninggalkan hidup memabawa hakikat
Dan jemputan izrail ditatap tanpa harap
Segala bentuk surga yang terjanjikan tak pernah ingin ia dekap
Hangat pelukan dewi kecantikan melenyap diakhir hayat.
Kelam yang menangis di sore purba memasuki kuburan yang berbeda
Diantara celah gerimis yang mengundang air mata
Sayup sepeda renta melaju
Melarutkan senyawa berwarna biru
Segalanya terlantunkan untukmu
Seperti doa
Dipanjat setiap waktu.
Labels: poetry
Si buta menuntun si bermata
: Prof. Buta
Dibalik kacamata hitam itu tak ada cahaya yang menembus retina
dan kata-kata yang di ucapnya kini, hanya yang masuk dari telinga
namun langkahnya selalu berubah-ubah meski di jalan yang sama
dia berjalan, sejak kecil. Sejak lahir tidak pernah dilihatnya dunia
nyata. Yang dia tahu dunia ciptaan agung untuk Adam dan Hawa
dimana gunung di tancapkan dan bumi melesat cepat seperti panah.
Dengan lembut, dengan hati, dengan tanpa tahu jejak semua langkah
dia berakit menuju hulu dalam sampan yang bisu dan deras peluh
mencucur. Dia ingin, di hulu menyaksikan tarian Tuhan bersama-
sama pelangi. ya, pelangi yang dia pinta di pangkal hari saat ia
tuntun yang bermata sepertiku, sepertimu dan mereka.
2010
Labels: poetry
Pojok Nasib
Ini adalah sisa katakataku yang semalam
ku lempar ke tong sampah dari lantai tiga. lalu
berjalan sendiri di padang malam menuju jalanjalan ramai,
lantas menjelma pengemis trotoar didepan rumah sakit. Perlihatkan
luka-lukanya kepada Nasib. Kepada Harap. Kepada Langit. Dan pada hatiku.
15/06/10
Labels: poetry