I
Tigapuluhsatu oktober berlalu
Perjalanan semakin jauh
Desa, kota, pegunungan, lautan dan sahara.
Melawati terjal berbatu
Kami tinggalkan negri pulau seribu.
Ya..!, sudah lama, purnama sudah bosan
Pasir gersang tak mau melirik
Kurma tak lagi menarik.
Cleaopatra sudah tak cantik
Kami merantau
Memulung sampah turats
Tengadah tangan mengemis
Di persimpangan blok azhar.
Memelas berkah.
Dinegeriku kami adalah meteor
Mecusuar yang tak kan mati meski ombak setinggi kapal
Sudah lama kami tahu itu
Kami juga tahu mereka menunggu
Mereka menanti kebanggaan
Empat, lima, enam, tujuh bahkan sampai duapuluh tahun.
Padahal yang kami bawa Cuma sampah
Sampah
Hasil memulung di blok azhar
Kami ragu
Apa bisa kami mendaur ulang
Menjadi sesuatu yang baru
Setidaknya bagi para penunggu
Jurukunci kuburan bangsaku
II
Oh ya, kami belum cerita
Negeri kami itu negeri kuburan
Hanya ada nisan serta ilalang
Penghuninya adalah mayat
Kalau tidak dimandikan tak mau mandi
Ogah berbuat sendiri
Alias tidak mandiri
Tak lagi berdikari seperti jaman soekarno mengabdi.
Tapi, setidaknya kami punya masa lalu
Ketabahan, kekuatan dan kebersamaan
Hingga runtuhkan kekuasaan jepang
Siapa di dunia tak kenal bung karno?
Siapa macamnya tak tahu budi utomo?
adakah yang meragukan ibu kami kartini?
Mereka juga mayat
Bedanya otak mereka belum mati
Otot mereka masih kuat
Dan nurani mereka hanya untuk negeri
III
Sudah dua tahun kami disini
Bahasa kami sudah banyak berubah
Akhi pa kabar?
Minnen ya ustadz?
Pakaian kami juga berubah
Sudah mirip orang arab
Mirip! Memang mirip
Ini, hari jadi kami yang kedua
Seumpama bayi kami baru bisa bicara
Sedang lucu-lucunya
Kalo berjalan masih sering terjatuh
Masih sering mewek
Masih haus disamping mama
Seumpama bayi juga
Kami tak lagi minum asi
Sudah waktunya liman arada an yutimma radoah
Wednesday
Tigapuluhsatu oktober
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comments:
nice poetry keep writing coy
Post a Comment